Senin, 07 November 2011

Remaja Juga Bisa Berkorban

Di senin pagi ini, tanggal 07 Nopember 2011 atau bertepatan dengan 11 Dzulhijjah 1432 H, kita masih merasakan suasana Idul Adha, kurban, dan tentunya hari Tasyrik. Apa itu hari Tasyrik? Singkatnya gini deh, hari Tasyrik itu adalah tanggal 11-13 Dzulhijjah. Pada hari-hari tersebut kaum muslimin mengagungkan Allah Swt., senantisa mengingat asmaNya seraya menghayatiNya sehingga mampu mempertajam rasa takwa kepadaNya. Soalnya pada jaman pra Islam, orang-orang yang telah selesai menjalankan ibadah haji, berkumpul di pasar ‘Ukaz dan di pasar-pasar lain. Di sana mereka saling menyombongkan kebesaran dan kehebatan orang tua dan nenek moyang mereka. Nah, tradisi or adat istiadat itu nggak dibenarkan dalam ajaran Islam.

Selain itu, pada hari Tasyrik ini juga disembelih hewan-hewan kurban semata sebagai wujud ketaatan dan sekaligus mengagungkan Allah Swt. Di hari Tasyrik pula para jamaah haji melakukan ritual melempar jumrah. Oya, karena hari Tasyrik berkaitan dengan hari raya Idul Adha, maka kaum muslimin diharamkan berpuasa. Ok? Sekarang kamu paham deh ya. Sip lah. Gitu dong, remaja cerdas ya ngerti syariat. Gejlig!
Bro en Sis, karena biasanya juga kalo hari raya Idul Adha identik dengan pelaksanaan ibadah kurban, maka jangan heran jika pada tanggal 10-13 Duzlhijjah para tukang sate siap-siap aja omzetnya turun. Hehehe.. karena pada empat hari itu ngedadak banyak tukang sate jadi-jadian. Maklumlah, sebagian daging kurban yang dibagikan umumnya disate sama yang nerima jatah. Apalagi daging kambing, enak untuk disate dan perlu. Jihahah… (tapi ati-ati bagi pengidap darah tinggi dan asam urat, lho. Hehehe..)

Tapi, tentu saja Idul Adha bukan cuma diingat dengan banyaknya sembelihan hewan kurban. Tetapi yang terpenting adalah pelajaran dari sikap berkorban yang telah dicontohkan Nabi Ibrahim as. Beliau senantiasa memegang kebenaran dan hanya taat kepada Allah Swt. dan rela berkorban demi ketaatannya itu. Sebagaimana firman Allah Swt. (yang artinya): “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan)” (QS an-Nahl [16]: 120)
Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah yang Maha kaya lagi Maha Terpuji.” (QS al-Mumtahanah [60]: 6)

Subhanallah, hebat nian pribadi Nabi Ibrahim as. Kita bisa mencontoh beliau dalam pengorbanan demi ketaatannya kepada Allah Swt. Masih ingat kan kisahnya tentang perintah Allah Swt. untuk menyembelih anaknya sendiri, yakni Nabi Ismail as sewaktu masih kecil? Masih ingat juga kan kisah beliau yang meninggalkan istrinya, Hajar dan anaknya, Ismail? Kalo bukan karena perintah Allah Swt., Nabi Ibrahim tidak akan melakukannya. Hebat pengorbanan dan ketaatan beliau kepada Allah Swt.
Kita bagaimana? Ah, nggak tahu deh, kayaknya pengorbanan kita belum banyak. Kualitasnya pun belum sebanding dengan apa yang dilakukan Nabi Ibrahim as, dan juga para rasul lainnya. Pengorbanan kita juga belum seberapa jika dibandingkan dengan pengorbanan nabi kita, Muhammad saw. Kita bisa ngukur diri sendiri deh. Duh, jadi malu banget.

Belajar berkorban
Bro en Sis, manfaat belajar itu banyak lho. Kalo kita belajar, maka ada tiga aspek yang sekaligus bisa kita raih jika belajarnya bener. Pertama, dapetin aspek kognitif alias ilmu pengetahuan. Tadinya tidak tahu jadi tahu. Iya dong, kadang semalas-malasnya kita belajar, tetap akan dapetin ilmu pengetahuan. Sekecil apapun itu. Tentu aja kalo serius belajarnya jadi makin banyak ilmu yang didapat. Kedua, dapetin aspek afektif alias perasaan atau emosional. Bener lho, tadinya kita nggak mau jadi mau. Kita nggak mau ngaji, setelah belajar jadi mau ngaji. Atau sebaliknya, kita yang biasanya berani maksiat, setelah belajar jadi malu berbuat maksiat. Ketiga, aspek psikomotorik alias keterampilan. Sebelum belajar nggak bisa apa-apa, setelah belajar jadi bisa apa aja. Yup, tadinya nggak bisa, jadi bisa. Mau kan?
Jadi, berkorban pun perlu belajar. Supaya apa? Supaya tahu bagaimana caranya berkorban yang benar dan baik. Nah, dalam hal ini kita bisa berkorban dengan ketaatan atau kepatuhan kepada Allah Swt. Rela berkorban demi melaksanakan ajaran Islam. Sudi untuk mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, harta, atau bahkan nyawa demi tegaknya syariat Islam sebagai sarana untuk mendekatkan diri kita kepada Allah Swt. Dan, remaja juga bisa melakukannya, lho.

Pernah tahu kan beberapa sahabat nabi yang masih muda usia tapi ingin berjihad di jalan Allah Swt.? Yes, kamu kenal Abdullah Ibnu Umar? Nah, beliau ini patut kamu contoh dalam hidup kamu. Di usianya yang menginjak 13 tahun, sudah kebelet ingin ikut berjihad bersama Rasulullah saw. Beliau bersama sahabatnya yang bernama al-Barra’ ngotot ingin berperang bersama pasukan Rasulullah saw. dalam perang Badar. Namun oleh Rasulullah saw. ditolak karena masih kecil. Tahun berikutnya pada perang Uhud, beliau tetap ditolak. Hanya al-Barra’ yang boleh ikut. Barulah keinginannya yang tak tertahankan itu terpenuhi pada saat perang Ahzab, Rasulullah saw. memasukkannya ke dalam pasukan kaum muslimin yang akan memerangi kaum musyrikin. Subhanallah, keren banget tuh! (Lihat Shahih Bukhari jilid VII, hlm. 226 dan 302).
Semangat seperti inilah yang saat ini sulit ditemukan dalam diri pemuda Islam seusia kamu. Kalau pun ada, itu hanya sedikit saja yang memilikinya. Jangankan untuk berjihad, dalam menuntut ilmu saja, kadangkala kamu udah bosan dan tak bersemangat. Sebaliknya, yang muncul justru semangat main-main atau jadi seleb dadakan di ajang audisi yang tersebar banyak saat ini, sebagian lagi malah menyalurkan hobi adu jotos. Eh, itu nggak semuanya sih, tapi kebanyakan! Sedih deh jadinya.
Ibnu Abbas ra. berkata: “Tidak ada seorang Nabi pun yang diutus Allah, melainkan ia (dipilih) dari kalangan pemuda saja (yakni antara 30 - 40 tahun). Begitu pula tidak ada seorang ‘alim pun yang diberi ilmu, melainkan ia (hanya) dari kalangan pemuda saja. Kemudian Ibnu Abbas ra. membaca firman Allah Swt. dalam surat al-Anbiya ayat 60: “Mereka berkata: ‘Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim. (Tafsir Ibnu Katsir III, hlm. 183)

Bro en Sis, emang idealnya seorang pemuda atau remaja kudu memiliki semangat yang hebat. Sebabnya, salah satunya adalah fisik kamu yang masih kuat. Dalam sejarah, usia para pemuda Islam yang pertama mendapatkan pembinaan di Daarul Arqaam rata-rata sekitar 20 tahunan. Yang paling muda adalah Ali bin Abi Thalib, waktu itu usianya masih 8 tahun. Hampir sama dengan az-Zubair bin al-‘Awwam. Kemudian dalam pembinaan Rasul itu masih ada Ja’far bin Abi Thalib yang saat itu usianya 18 tahun. Usman bin ‘Affan, usia 20 tahun. Umar bin Khaththab sekitar 26 tahun dan Abu Bakar ash-Shidiq yang pada saat itu sudah berusia 37 tahun. Masih banyak lagi para sahabat yang semuanya masih relatif muda usia. Mereka bersemangat dalam mengikuti pembinaan Rasulullah saw. Sehingga akidah Islam yang ditanamkan Muhammad saw. mampu mengubah pola pikir mereka tentang kehidupan. Keren!

Ya, kita bisa belajar untuk berkorban demi Islam. Remaja saat ini pasti bisa juga lho. Wong, jaman baheula aja udah banyak remaja yang melakukannya. Kita saat ini bisa meneladani mereka dengan bulat dan utuh. Islam, memang mengajarkan agar umatnya mau taat kepada Allah Swt. dan RasulNya. Tentu saja, untuk taat perlu pengorbanan. Lihatlah sahabat nabi bernama Yasir dan Sumayah, yakni orang tua Amr bin Yasir. Mereka rela berkorban nyawa demi membela keimanannya kepada Allah Swt. Bilal bin Rabbah ra, tak gentar meski dijemur di terik matahari padang pasir dan tubuhnya ditindih batu besar. Ia rela mempertahankan akidahnya dan keimanannya kepada Allah Swt. Subhanallah!

Redam nafsu, gelorakan pengorbanan
Hawa nafsu, kalo diturutin bisa berabe dan bikin kita sengsara. Memang sih, sebagai manusia kita ingin hal yang enak-enak. Makan, misalnya. Kalo nggak inget temen atau saudara yang juga berhak memakan makanan itu, pengennya dilahap sampai habis tak bersisa dan perut kenyang. Tapi, karena ingat saudara atau teman, kita harus merelakan untuk berbagi, dan mengorbankan keinginan kita tersebut.
Hawa nafsu hampir selalu sukses menggoda manusia yang lemah iman. Menyeret mereka ke dalam ruang maksiat karena tidak mendapatkan petunjuk dari Allah Swt. Benarlah firman Allah Ta’ala (yang artinya): “Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS al-Qashash [28]: 50)
Dalam ayat lain, Allah Swt. berfirman (yang artinya): “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS al-Jaatsiyah [45]: 23)

Bro en Sis, dari dua ayat ini sebenarnya udah cukup ngasih penjelasan bahwa orang yang lebih mementingkan hawa nafsunya bakalan rugi. Salah satunya ya karena tidak diberi petunjuk. Allah Swt. dengan ilmuNya tahu bahwa orang tersebut tidak mau menerima kebenaran. Coba deh lihat, orang yang udah terbiasa maksiat kok kayaknya susah banget jadi baik. Meskipun berulang kali disampaikan teguran dan nasihat kepadanya. Itu karena bisa jadi dalam hatinya tak berniat untuk mencari kebenaran. Malah sebaliknya, betah bermaksiat karena lebih mementingkan hawa nafsu.
Hawa nafsu, adalah bagian yang perlu dikelola dengan benar. Memang, kita harus menyadari juga bahwa hawa nafsu nggak bisa dimatikan. Hawa nafsu hanya bisa diredam atau dikendalikan. Tentu saja, diredam atau dikendalikan dengan ajaran Islam. Bukan yang lain. Why? Karena hanya Allah Swt. yang tahu betul karakter manusia. Itu sebabnya, permintaan Allah Swt. kepada manusia agar manusia taat kepadaNya, justru untuk keselamatan manusia itu sendiri. Untuk bisa meredam nafsu, tentu saja diperlukan pengorbanan untuk meninggalkan hal-hal yang menurut hawa nafsu sangat enak dan nikmat jika dilakukan.
Aktivitas belajar misalnya, bila ngikutin hawa nafsu, malasnya minta ampun. Tapi, orang yang bisa mengalahkan hawa nafsu, belajar menjadi asik-asik saja, bahkan ketagihan. Ada contoh lain? Ada. Berzina. Jika mengikuti hawa nafsu kayaknya enak benar. Tapi, hawa nafsu untuk menyalurkan birahi itu harus diredam dan nanti disalurkannya di jalur yang halal, yakni melalui pernikahan. Untuk bisa menghindari malas belajar dan menjauhi berzina, kita perlu berkorban banyak. Bisa waktu (gunakan waktu untuk ibadah, bukan untuk mendekati zina), tenaga (gunakan tenaga untuk kegiatan kaya manfaat dan halal, bukan kegiatan yang mendekati maksiat), pikiran (gunakan untuk belajar dan berpikir positif menurut syariat, jangan gunakan untuk pikiran yang negatif), perasaan (salurkan perasaan untuk kebaikan, bukan keburukan), dan juga harta (manfaatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt., bukan untuk semakin menjauhkan dariNya). Ini memang cukup berat. Tetapi kamu rela berkorban demi kebaikan kan ya? Kamu harus bisa! Biar keren, gitu lho.

Yuk, kita mulai berkorban demi ketaatan kita kepada Allah Swt. Remaja pun bisa melakukannya kok. Asal kamu mau aja. Terus, dilakukan dengan serius dan dilandasi dengan iman yang kuat. Bagaimana memulainya? Belajar yang benar tentang Islam! Sebab, di sanalah kita akan menemukan banyak hikmah dan ilmu pengetahuan serta pelajaran berharga memaknai kehidupan, ibadah, pengorbanan, dakwah, perjuangan dan banyak lagi. Siap berkorban? Yes!
(www.d-wi nur.blogspot.com)

Sabtu, 15 Oktober 2011

Komitmen Diri Kunci Sukses

Sobat, memang untuk meraih sebuah tujuan, hal pertama yang harus dimiliki adalah komitmen. Tanpa komitmen, kita hanya akan diam di tempat dan takkan ada kesuksesan. Komitmen merupakan sebuah janji dalam hati untuk tidak menyerah terhadap keadaan seperti apapun yang mungkin akan dihadapi. Dengan kata lain sekali memulai maka tak akan berhenti hingga mencapai tujuan yang diinginkan. Mungkin akan ada kesulitan dalam perjalanan yang dilalui, tapi apabila memelihara komitmen dalam hati maka kita akan mencapai sasaran yang kita impikan. Ketika kita tak memiliki komitmen maka rintangan terlihat sebagai tembok yang menghentikan langkah. Dengan memiliki komitmen kita akan memandang segala sesuatunya dengan berbeda. Dengan komitmen kita tidak menerima kata "GAGAL" sebagai salah satu pilihan dan melihat rintangan sebagai tanda bahwa usaha harus diperbaharui.
Sobat, perlu kita ketahui bahwa tidak ada yang namanya tembok penghalang ketika kita memiliki komitmen, kalaupun menemuinya kita akan mengambil jalan memutar yang tetap mengarah ke tujuan kita. Semua orang mempunyai kesempatan memiliki komitmen untuk sukses. Yang dibutuhkan adalah kemauan untuk bekerja keras serta tekad yang kuat dengan imbalan sukses yang ingin kita raih. Evaluasilah tingkat komitmen dengan selalu mengajukan dan menjawab dengan jujur pertanyaan-pertanyaan ini:
Apakah saya sungguh-sungguh ingin mencapai impian saya?
Apa arti penting pencapaian impian ini bagi saya?
Apa "harga" yang bersedia saya bayar untuk mewujudkannya?
Apakah saya yakin bisa?
Sobat, kemampuan untuk mencapai tujuan ditentukan oleh level komitmen kita, inilah yang terpenting. Komitmen yang serius untuk mencapai tujuan bukan berarti harus mengorbankan semua kesenangan dan kegembiraan dalam hidup. Pastikan bahwa tujuan yang ingin diraih adalah juga sesuatu yang bermanfaat bagi semua orang. Hidup hadir sehari demi sehari, ambillah komitmen dan bagilah dalam praktek hidup keseharian. "Tidak menjadi masalah betapa lambatnya kamu berjalan, yang penting kamu tidak berhenti".
Sobat, Oleh karena itu mulailah dari sekarang untuk selalu berkomitmen untuk sukses. Karena dengan komitmen pada diri kita sendiri, maka hidup ini terasa mudah untuk mencapai kesuksesan. Jangan sampai kita terpengaruh oleh lingkungan dan orang- orang yang membuat kita lalai pada komitmen diri kita sendiri. Selamat mencapai impian dan berkomitmen untuk SUKSES. (www.izzatulfikriyah.blogspot.com)

Senin, 18 April 2011

Mari Bersyukur Setiap Waktu

Pernahkah Anda berpikir berapa kekayaan setiap orang jika dihargai dengan uang? Berapakah harga tubuh manusia jika diuangkan? Berapa harga mata, hidung, telinga, mulut, otak, kepala, lidah, tangan kaki dan apa saja yang menjadi bagian dari tubuh manusia jika dirupiahkan?

Saat mata kita sehat, kita tak pernah berpikir betapa berharganya mata kita. Coba saja jika suatu ketika mata Anda, karena satu sebab kecelakaan tertentu, menjadi buta. Kebetulan Anda memiliki tabungan milyaran rupiah. Apa yang Anda lakukan? Anda pasti akan membayar berapa milyar pun untuk mengembalikan penglihatan Anda. Tak peduli jika untuk itu tabungan Anda terkuras nyaris habis. Saat tangan atau kaki kita sehat dan normal, kita pun mungkin jarang berpikir betapa bernilainya kedua anggota tubuh kita itu. Namun, pernahkah Anda membayangkan andai suatu saat, karena satu sebab musibah tertentu, tangan atau kaki Anda itu harus diamputasi? Pasti, jika kebetulan Anda orang kaya, Anda akan sanggup mengeluarkan ratusan juta atau bahkan milyar rupiah asal tangan atau kaki Anda tidak diamputasi dan kembali sehat serta normal seperti sedia kala. Bagaimana pula jika satu sebab bencana tertentu wajah Anda yang ganteng/cantik tiba-tiba harus menerima kenyataan rusak parah tak berbentuk akibat terbakar hebat atau terkena air keras? Pasti, Anda pun dengan ikhlas dan rela akan melepaskan harta apa saja yang Anda miliki asal wajah Anda bisa kembali ganteng/cantik seperti sedia kala.

Sudah banyak bukti, orang-orang yang berpunya sanggup mengorbankan hartanya sebanyak apapun demi mengembalikan kesehatannya; demi sembuh dari penyakit jantung, kanker, kelumpuhan, kecacatan dll. Bahkan demi mengembalikan agar kulitnya menjadi kencang, atau agar keriput di wajahnya bisa hilang, banyak orang rela merogoh sakunya dalam-dalam.

Jika sudah demikian, semestinya kita sadar, betapa kayanya setiap diri kita; hatta jika secara materi kita bukan orang berpunya. Bukankah kita akan tetap mempertahankan mata atau hidung kita meski ada orang mau menawar dan membelinya seharga ratusan juta rupiah? Bukankah kita tak akan rela melepas jantung atau paru-paru kita walau ada orang berani menawarnya seharga semilyar rupiah? Bukankah kita tak akan sudi kehilangan tangan atau kaki kita meski untuk itu kita mendapatkan kompensasi harta yang melimpah-ruah? Bukankah kita pun tak akan pernah rela menyewakan nafas kita barang lima atau 10 menit meski harga sewanya jutaan rupiah? Sebab, kita amat paham, tidak bernafas lima atau 10 menit berisiko menjadikan kita mati lemas.

Belum lagi jika kita berusaha meneliti udara yang kita hirup saat bernafas. Pikirkan pula air yang kita minum; yang digunakan untuk mandi, mencuci, memasak; dll. Renungkan pula bumi yang kita pijak, sinar matahari yang menyinari setiap hari, air hujan yang turun ke bumi, sinar bulan yang menghiasai malam, jalanan yang kita lalui, pemandangan alam yang kita nikmati, dll. Bagaimana jika semua itu harus kita beli? Berapa ratus juta bahkan berapa puluh milyar rupiah uang yang harus kita keluarkan?

Namun, alhamdulillah, semua kekayaan dan kemewahan itu Allah berikan kepada kita secara cuma-cuma alias gratis! Tak sepeser pun kita dipungut oleh Allah SWT untuk membayar nikmat yang luar biasa itu. Amat pantaslah jika Allah SWT dalam Alquran surat ar-Rahman berkali-kali mengajukan pertanyaan retoris kepada manusia: Fa bi ayyi âlâ’i Rabbikumâ tukadzibân (Nikmat Tuhan manakah yang kalian dustakan)? Lebih dari itu, Dia-lah Tuhan Yang mengurus kita siang-malam tanpa pernah meminta upah secuil pun. Mahabenar Allah Yang berfirman (yang artinya): Katakanlah, “Siapakah yang dapat memelihara kalian pada waktu malam dan siang hari selain Zat Yang Maha Pemurah?”(TQS al-Anbiya’ [21]: 42).

Pertanyaannya: Sudahkah atas semua itu kita bersyukur? Ataukah kita malah sering berlaku sombong dan takabur? Sudah berapa milyar kali hamdalah kita ucapkan untuk-Nya? Ataukah kita malah gemar berkhianat kepada-Nya? Na’udzu billah.

Semoga kita semua menjadi hamba Allah SWT yang selalu bersyukur setiap waktu atas segala karunia-Nya yang luar biasa itu, bukan hamba yang takabur apalagi kufur kepada-Nya. Paling tidak, hal itu dibuktikan dengan keseriusan dan ketekunan kita dalam beribadah dan ber-taqarrub kepada-Nya; dalam menaati segala titah-Nya; dalam mengorbankan apa saja untuk agama-Nya; serta dalam berjuang menegakkan akidah dan syariah-Nya demi kemuliaan Islam dan umatnya. Amin
(www.izzatulfikriyah.blogspot.com)